TANGIS SANG BENDERA PUSAKA
Oleh:Nesta Maulana
Perkenalkan namaku Rivaldy, saat ini aku masih duduk di bangku kelas 9 di Smp Negeri Merdeka Bogor. Sekolah yang memberikan goresan yang begitu indah dan begitu mendalam bagi hidupku . Hari-hari ku diisi dengan warna-warni kehidupan ini, mulai dari kisah hidupku, keluargaku, bahkan lingkungan persahabatanku semua mempunyai keindahannya tersendiri.
“Teet .. Teet .. Teet .. ”
Suara bel membuyarkan semua lamunanku tentang indahnya negeri yang maha kaya ini. Kulihat semua sudah mulai berbaris rapi untuk melaksanakan upacara hari senin. Semua mengikuti upacara dengan khidmat dan disaata sehelai kain itu mulai dibentangkan.
“Kepada sang saka merah putih , Hormat Gerak !”
Komandan upacara dengan lantang memberikan komando, dengan khidmat semua memberikan penghormatan kepada sehelai kain yang dianggap Dewa itu . Kecuali dengan satu anak , dia tak memberikan penghormatan terbaiknya kepada sang dewa dengan jahitan benang merah dan putih itu . Ya namanya Sudirman, Dia terkenal dengan kenakalan dan kepintarannya di sekolah ini. Sebenarnya sudah berulang kali guru kami memperingatkannya tentang agungnya sang merah putih itu. Namun, Dia hanya tersenyum dan berkata
“Iya , Pa” Atau
“Iya , Bu.”
Dan akhirnya aku diberi kepercayaan untuk menanyakan hal ini kepada Sudirman , dikarenakan aku adalah sahabat terdekatnya .
“Mungkin, Sudirman akan lebih terbuka jika menceritakan semua itu kepada teman sebayanya” begitu kata Pa Anwar yang membibing kami di bidang konseling dan pengembangan diri.
Hari ini aku berencana untuk bertukar pikiran dengannya untuk masalah ini. Selesai upacara aku menghampirinya dan menyapanya dengan ramah
“Hai bro !”
“Oi ! Oh lu dy, gua kira siapa. ” ungkapnya membalas sapaan ku dengan akrab .
“Ke kelas yuk bro” ajak ku untuk mengawali pembicaraan kami, Dia hanya mengangguk tanda mengiyakan ajakan ku .
“Man, Menurut kamu harus ga sih kita menghormat kepada bendera itu?” Tanya ku untuk memulai pembicaraan kami tentang masalah itu . Dia tersenyum mendengar pertanyaanku dan berkata
“Bagi mereka yang menganggap bendera itu agung, itu adalah hal yang menjadi keharusan dan hal yang wajib dilakukan sebagai penghormatan tertinggi mereka kepada sehelai kain yang sudah seperti dewa, tapi bagi gua sih ga penting.”
“Loh memang kenapa ?” Tanya ku dengan penuh rasa heran, lalu dia menghentikan langkahnya dan berkata,
“Gini bro, Bendera merah putih itu hanyalah sehelai yang dikaitkan ditiang bertali. Dia bukanlah dewa yang harus di agungkan, Dia bukanlah dewa yang harus di jaga sampai tidak boleh jatuh menyentuh tanah. Dia hanyalah sehelai kain sebagai ciri sebuah Negara bukan gambaran dari negeri ini.” ujarnya sambil menunjuk bendera yang sedang dibelai mesra oleh belaian sang angin di atas mimbar kuasanya .
“Lalu, bagaimana dengan penghormatan atas perjuangan para pahlawan?” Tanya ku dengan hati tersulut emosi dari pembicaraan kami ini.
“Penghormatan atas perjuangan para pahlawan dengan penghormatan kepada sehelai kain itu sangatlah berbeda dy.” Ucapnya sambil tersenyum simpul . Aku semakin bingung dengan jalan pikirannya ,
“Tapi kan bendera itu diperjuangkan dengan darah mereka, dengan jiwa mereka, dengan nyawa mereka . Apa pantas generasi mudanya tidak menghormati itu?” tanyaku dengan sejuta kebingungan yang ada dikepalaku .
“Mereka mengorbankan darah mereka, jiwa mereka, nyawa mereka bukanlah untuk memberikan posisi yang agung untuk kumpulan benang berwarna itu. Mereka mengorbankan itu semua untuk bangsa ini, untuk ibu pertiwi, untuk pemuda dan pemudi, agar dunia dapat menghargai bangsa ini . Penghormatan kepada pahlawan lu bilang? Yang gua tau sih penghormatan kepada pahlawan bukanlah hanya sekedar bentuk sudut 45 derajat dari tekukan tangan tapi pengamalan, tindakan dan aksi dalam melanjutkan perjuangan para pahlawan, cita-cita para pahlawan. Banyak dari mereka yang mengagungkan bendera itu tapi malah korupsi, tapi malah menkhianati bangsa ini, tapi malah mencoreng nama baik bangsa ini dimata dunia, Apa itu yang disebut penghormatan kepada pahlawan? Mungkin jika bendera itu bisa menangis dia akan menangis dikarenakan banyak orang yang terlalu mengagungkannya tetapi tidak bisa melanjutkan bahkan tidak memperdulikan lagi cita cita dari pahlawan yang dahulu memperjuangkannya” ucapnya membuat ku terdiam membisu.
“Benar juga kata dia , berarti aku telah salah menilainya , para guru sudah salah menilainya .” ucap pikiran ku yang merasa bersalah karena telah menilainya dengan sebelah mata.
“Mungkin , para guru bahkan teman teman semua sering salah paham tentang pandangan gua ini .Mereka menganggap gua ini ga menghormati bendera lah , ga menghormati pahlawan lah . Bukannya gua gamau hormat ke bendera itu setiap senin hanya gua muak dengan penghormatan orang orang yang berlebih kepada bendera itu tapi tidak peduli terhadap bangsa ini, mereka yang menghormat kadang mengkhianati bangsa ini, mereka menghormat kadang tak peduli dengan nasib bangsa ini kedepanny. Tapi biarlah , nyatanya penghormatan terbesar gua bisa tercapai bukan hanya lewat tekukan tangan semata. Doain gua yang bro, Minggu ini gua ikut pemecahan rekor dunia semoga bisa membawa nama Bogor ke internasional dan membawa gelar untuk Bogor sebagai ‘Bogor Kota Sejuta Puisi’.” tambahnya dengan tersenyum penuh arti .
Aku hanya terdiam tak bisa berucap apapun lagi , orang yang aku anggap tidak bisa menhargai jasa para pahlawan ternyata jauh lebih bisa mengartikan penghormatannya kepada para pahlawan. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami menuju kelas dan melanjutkan pelajaran seperti biasa .