Akibat yang Kuterima
Oleh Shaliana Putri Chaerul
***
"Hoaaaammmm...." Ku buka mulutku lebar-lebar mencoba menarik oksigen agar masuk kedalam paru-paruku ini. Kukerjapkan mataku berkali-kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retina mataku. Sudah pagi ternyata, "Hah?! Pagi?! Ahhhh aku kesiangaaaaan..." Ya begitulah hidup anak kos yang selalu hidup mandiri, menjalani hirup pikuk nya kehidupan.
Hai, namaku Karina aku adalah mahasiswa tingkat 2 di salah satu universitas di Bandung lebih tepatnya di ITB (Institut Teknologi Bandung). Aku berada di fakultas seni rupa dan desain, ya aku sangat senang dengan hal yang berbau seni baik desain, fotograph, melukis, dan yang lainnnya. Sebenarnya aku anak yang lumayan rajin, tapi akhir-akhir ini aku jadi malas melakukan sesuatu yang harusnya aku kerjakan. Jujur, akupun bingung ada apa dengan diriku ini, aku merasa ada sesuatu yang merasuki tubuhku, sehingga aku lebih sering bermalas-malasan, bahkan tak jarang aku meninggalkan ibadah hanya karna aku terlalu cape dan malas untuk melakukan aktifitas itu. Dan kau tau semua kemalasanku itu ada akibatnya, terutama saat aku malas untuk beribadah.
***
[20 Oktober 2011]
Hari ini aku menjalani aktifitas seperti biasa, bangun kesiangan karna sifat malas dan kantuk yang melanda tubuhku ini.
"Hai Arin!" sapa remaja perempuan yang seumuran denganku itu.
"Hai Cassy..." jawabku lesu.
"Hei kamu ini kenapa rin? Lagi galau? Em… Mau kuhibur? Akhir-akhir ini kamu aneh banget, jadi pemalas dengan kantung mata yang sangat ieww… tak pantas diperlihatkan sama sekali." Tuturnya.
‘Issshhh….. Cerewet sekali anak ini’ batinku.
"Diamlah Cass, mulutmu hanya membuat kepalaku makin pusing." Akupun berjalan menghiraukan dirinya yang masih sibuk menanyai keadaanku yang makin hari makin lesu dan ‘aneh’ menurutnya.
Aku memasuki kekas pertamaku pagi ini, sungguh sebenarnya aku sangat malas dan mengantuk pagi ini tapi sayang sekali jika bayaran perbulan ku kubiarkan begitu saja. Ku paksakan mata dan pikiranku untuk fokus kepada penjelasan dosen. Tapi entah kenapa aku terus memikirkan kejadian semalam dan malam-malam sebelumnya. ‘Ah.. aku mulai frustasi’
Sejujurnya aku butuh teman untuk sekedar mendengarkan ceritaku yang mungkin ‘tidak masuk akal’ ini. Tapi apa daya, jika aku menceritakan hal ini ke teman-temanku mungkin mereka akan tertawa terbahak-bahak, menganggap bahwa aku sedang membuat lelucon. Sebenarnya ada salah satu temanku yang mungkin saja percaya akan hal yang aku alami akhir-akhir ini, tapi aku tak begitu yakin menceritakannya karena kami memang tak begitu dekat dan dia sangat terlihat dingin dimataku karna dirinya selalu menyendiri.
Namanya Vindha, dia sangat tertarik dengan hal-hal yang berbau mistis. Dia juga sering menyempatkan dirinya untuk sekedar membaca buku tentang hal mistis tentunya. Cocok sekali
denganku yang sedang mengalami hal-hal mistis itu.
Kring… kring... Bel berbunyi, tanda pembelajaran telah berakhir.
Aku membereskan buku dan alat tulisku dengan tergesa, karna aku tak ingin kehilangan Vindha. Aku ingin membicarakan hal ini kepadanya, aku sudah tak tahan lagi dengan kejadian yang menimpaku ini.
“Vindha!” yang merasa terpanggil pun membalikkan badannya ke arah ku.
“Ada apa? Tumben kamu manggil aku?” tanyanya.
‘Sebegitu jarangkah aku memanggil namanya? Ah sudahlah… lagipula bukan itu yang aku butuhkan sekarang.’ Aku menghampirinya dengan sedikit berlari.
“Emm…. Sebenarnya aku ingin bercerita sekaligus nanya sesuatu sama kamu? Bolehkan?” tanyaku kepadanya dengan nada canggung.
“Boleh aja. Memangnya apa yang pengen kamu ceritain dan tanyain, itu?” tanyanya ramah.
“Hmm… Gimana kalau kita kekantin dulu, ini udah jam makan siang kan?”
“Boleh… Kebetulan aku memang udah lapar hehe dan juga kayaknya kamu pengen ngomong serius.”
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Sesampainya dikantin aku dan Vindha memesan makanan. Sambil menunggu pesanan datang aku melanjutkan tujuanku yang akan bercerita dan bertanya kepadanya.
“Emm Vindha?” aku memanggilnya ragu-ragu, takut mengganggu dirinya yang sepertinya sedang fokus dengan buku mistis nya itu.
“Ya apa?”
“Aku pengen ngelanjutin obrolan kita tadi.”
“Oh ya silahkan. Jadi apa yang pengen kamu ceritain itu? Jangan-jangan berkaitan dengan hal yang mistis ?”
“Ya, menurutku ini berkaitan dengan hal itu. Sebenernya akhir-akhir ini aku tuh terlalu sering ngerasain kejanggalan tiap aku tidur, seperti selalu terbangun tengah malam sekitar pukul 12.00 sampai pukul 02.00. Aku merasa ada yang membangunkanku tapi aku sadar, hanya ada diriku seorang didalam kamar kosan yang aku sewa. Aku jadi gelisah.” Ceritaku dengan wajah yang mungkin terlihat konyol.
“Memang apa yang kau rasakan hingga kau terbangun seperti itu?”
“Aku tak yakin, tapi aku rasa ada yang menindih badanku. Aku tak bisa melihat apa yang menindih badanku.” Jawabku dengan nada ketakutan.
“Ohhh itu.. Itu emmm apa ya namanya?” dia terlihat sedang berpikir “Banyak orang yang bilang itu namanya erep-erep.” Jawabnya santai sambil mencari-cari tulisan dibuku kecilnya.
“Jadi sebenernya itu apa? Terus kenapa aku ngalamin yang gituan akhir-akhir ini?” tanyaku takut-takut.
“Aku ga tau sih sebabnya apa… Tapi dari informasi yang aku punya, katanya ada jin atau setan atau apalah gitu yang lagi tertarik sama kamu.” Jelasnya sambil membaca di salah satu halaman buku kecilnya itu.
Seketika aku merinding mendengar penuturan yang dijelaskan oleh Vindha. ‘Kenapa pula jin dan setan itu tertarik sama aku? Emang aku punya apa? Orang aku aja takut sama mereka.’ batinku dengan hati yang bisa dibilang lagi ‘dugeun-dugeun’ atau deg-degan ga jelas.
“Terus aku harus gimana Vin? Aku takut, masalahnya hampir tiap hari aku kaya gitu.” Tanyaku yang mulai cemas.
Dia terlihat berpikir lalu “Ah gimana kalo hari ini aku nginep di kosan kamu? Sebenernya aku juga ga begitu tau tentang hal ini, jadi kita cari tau sama-sama gimana?”
“Boleh aja sih. Tapi emangnya apa yang bakal kamu lakuin di kosan aku nanti? Bukan ritual atau sejenisnya kan?” tanyaku takut-takut.
“Ya nggalah. Aku emang suka sama hal yang berbau mistis tapi aku ga percaya sama sesajen atau yang lainnya. Aku cuma penasaran aja sama yang namanya setan atau jin gitu... Jadi? Boleh?” jelasnya.
“Ya udah deh, itung-itung ada yang nemenin aku nantinya pas tidur.” Aku menunjukan cengiranku.
“Oke, berarti nanti kita pulang bareng ya?”
“Iya oke”
**
Sore hari setelah selesai kuliah aku pun pulang tak lupa menunggu Vindha dulu, yang katanya mau membantu memecahkan hal ‘mistis’ ini. Selagi aku menunggu, teman ku Cassy dan beberapa teman lainnya tiba-tiba menghampiriku.
“Arin!” panggilnya.
“Apaan?” jawabku sekenanya.
“Kamu lagi ngapain disini? Oh iya, tadi aku liat kamu bareng Vindha terus dari mulai jam istirahat sampai jam mata kuliah terakhir. Kamu lagi marah sama kita? Atau sama aku?” Tanya Cassy dan yang lain hanya mengangguk setuju.
“Engga ko. Aku ga marah sama kalian. Emang aku keliatan lagi marah ya? Soal sama Vindha, sebenernya aku ada masalah pribadi, dan kayanya Vindha bisa bantu aku buat nyari solusi. Gitu aja sih.” Jelasku dengan santai.
Cassy dan yang lain hanya ber-oh ria menanggapi penjelasanku.
“Emangnya ada masalah apaan? Ko bisa si Vindha yang kamu minta bantuan?” kali ini Rayhan yang bertanya.
“Emm… Gimana ya jelasinnya? Soalnya aku yakin kalian bakalan ketawa denger cerita aku.” Ucapku sambil mempoutkan bibirku.
“Aissshhhh… kamu ini bikin gemes aja, emang ada masalah apa sih sampe sebegitunya? Cerita aja sama aa” kata Lio sembari mencubit pipiku dan menunjukan muka sok gantengnya.
‘sebenernya si lio ini bikin aku jijik, karna tingkat kepedean dan menyebalkan-nya yang sangat tinggi’
“Hei Karina!” seorang remaja wanita kini menghampiriku. Siapa lagi yang aku tunggu dari tadi, Vindha.
“Hei! Emm kayaknya aku harus pulang sekarang deh, aku duluan ya… Besok-besok aku ceritain deh” ucapku sambil melambaikan tangan kepada tiga temanku dan berlari kecil kearah Vindha.
“Isshhh anak itu kebiasaan” ucap Rayhan dan langsung merangkul Cassy dan Lio untuk pulang.
**
Sesampainya di kosanku, kumasukan kunci lalu kuputar guna membuka pintu kamar tersebut kubuka pintu kamar dan aku pun langsung mempersilahkan Vindha untuk masuk kedalam kamar. Hening, kami masih kalut kedalam pikiran masing-masing. Kulihat jam dinding menunjukan pukul 17.00, ‘aku ingat, aku belum shalat’ tapi memang sifat pemalasku yang besar aku sengaja melupakannya.
Aku lihat Vindha masih sibuk dengan buku ditangannya dan sesekali memperhatikan kamarku, seperti ada sesuatu yang ia temukan.
“Vin, kamu laper ga?” tanyaku mencoba memecah keheningan ini.
“Emm… Sedikit sih” jawabnya dengan dua jari yang ia angkat membentuk ‘V’ sign.
“Kita cari makan dulu yuk… Aku juga laper nih” ucapku sambil mengelus-elus perutku yang sedari tadi meronta untuk diisi makanan.
“Ayo… ngomong-ngomong kamu dikamar ini sendirian? Ga ada roommatenya gitu?”
“Ngga, emangnya kenapa?” tanyaku heran.
“Ohh pantesan aja…”
Lagi-lagi dia membuatku ketakutan “Pantesan? Pantesan kenapa? Aku ga ngerti”
“Pantes aja kamu ngerasain kejadian kayak gitu, soalnya ya kalo sendirian itu lebih rentan kena begituan menurut aku”
“Ah udah ah. Dari tadi kamu cuma bikin aku takut. Cepet kita beli makan takut keburu malem”
“Iya iya…”
**
Setelah membeli makanan, kami pun kembali ke kamar kosan.
“Ahh.. Cape rasanya” Vindha membaringkan badannya di kasurku, yang memang hanya ada satu Kasur sih.
“Iya cape… Tapi jalan-jalan malem seru juga ya. Hahah”
“Iya sering-sering ya kaya gini. Hehe”
“Kamu sih enak dibayarin aku. Lha aku?” ucapku sambil menunjukan ekspresi datar pada mukaku.
Dia hanya tertawa melihat ekspresi wajahku.
Kurasa kami semakin dekat, dia memang tidak dingin dan aneh menurutku. Malah dia sangat bersahabat dan menyenangkan diajak bercengkrama.
“Vin kamu ga mandi dulu? Bau gitu juga.. Uhhh” ucapku dengan nada meledek.
“Iya ini mau ko. Kamu juga bukannya mandi, malah ngeledek aku.”
Aku hanya menunjukan cengiran (tanpa dosa) ku.
Lalu Vindha pun masuk kedalam kamar mandi. Sembari menunggu aku memainkan game di handphone ku. Lalu tiba-tiba aku mendengar suara-suara aneh yang terdengar dari… kamar mandi(?). Aku pun langsung bertanya,
“Vindha? Ada apa?”
Tapi setelah beberapa detik Vindha tak kunjung menjawab. Aku jadi khawatir, lalu aku memberanikan diri mendekati pintu kamar mandi. Ku ketuk pintu sembari memanggil namanya beberapa kali. Akhirnya pintu kamar mandi pun terbuka dan sontak aku langsung membelalakan mataku.
“AAAAAAAAAAAAA…..”
Betapa terkejutnya aku melihat sesosok penampakan wanita berambut panjang yang sedang berkaca dikaca kamar mandi dan aneh mengapa aku tak melihat sosok Vindha didalam sana. Aku masih berdiri membeku ditempatku, aku tak kuasa hanya untuk melangkah kan kakiku apalagi berlari menjauhinya.
‘Ya Allah apalagi ini? Apa yang aku lihat? Hantukah? Aiishhhh kenapa dia menatapku sekarang? Sungguh aku ingin pingsan saja rasanya.’ Kataku dalam hati.
Sosok penampakan itupun semakin lama semakin tajam menatap bola mata ku dan mulai mendekat ke arah ku. Rasanya kakiku sudah tak kuat lagi untuk sekedar menopang berat badanku. Tak lama akupun ambruk ke lantai.
Keesokannya…
Matahari mulai menunjukan sinarnya dan masuk tanpa izin kedalam celah jendela sebuah kamar kosan sederhana ini sedikit mengusik tidur seorang mahasiswi didalamnya. Aku membuka mataku perlahan mengerjapkannya guna mnyesuaikan mataku dengan teriknya sinar mentari. Seketika aku sadar dengan kejadian semalam tapi sepertinya… ada yang janggal. Ku edarkan pandanganku sesaat melihat seisi ruangan ini. ‘Tak ada yang aneh’ pikirku. Tapi aku ingat betul semalam aku pingsan didepan kamar mandi dan kenapa sekarang aku berada diatas ranjangku sendiri.
Ku beranikan diri untuk sekedar turun dari ranjangku untuk mencoba melihat kedalam kamar mandi dan ‘a-apa ini?’ kurasa ada sebuah benda dingin menahan kakiku untuk berjalan. Kuberanikan diri melirik kebawah dan kutemukan tangan dan sesosok wanita kemarin.
“AAAAAAAAAA...... Tolong !!!!” teriakku sekuat tenaga.
Aku mencoba berontak namun hasilnya nihil, ku hentakan kakiku guna melepas tangan ini yang sedari tadi memegangiku dengan kuat. Keringatku mengucur dengan derasnya dari dahi hingga menetes melewati dagu. Ku coba raih benda apapun yang ada didekat ku untuk sekedar melonggarkan pegangannya.
‘Mama Ayah aku harus bagaimana?’ batinku.
Aku langsung ingat perkataan ayah bahwa dimanapun dan kapanpun aku harus membaca do’a guna menjauhkan hal-hal yang tidak diinginkan. Akhirnya aku langsung merapal do’a dalam hatiku semampu dan sebisaku. Sesaat setelah aku merapal do’a pegangannya mengendur, ada rasa lega menghampiri diriku. Ku beranikan diri lagi untuk melirik kebawah ‘Ah dia hilang’ . Dengan tergesa-gesa aku berlari sekencang-kencangnya menjauhi kamar kosan angker itu.
Bruk… Aku menabrak seseorang, ku tengadahkan kepala guna melihat wajah orang yang ku tabrak, ternyata Rayhan. ‘Lho? Kok ada Rayhan disini?’ pikirku. Ku langkahkan kaki kebelakang untuk sedikit memberi jarak dengan Rayhan dan ternyata bukan hanya Rayhan disini ada dua sahabatku yang berdiri dibelakangnya, siapa lagi kalo bukan Cassy dan Lio.
“Kamu kenapa rin? Pake acara lari-larian segala? Kamu dikejar hantu?” tanya Lio.
“Iya nyampe ngga liat ada kita. Tepatnya kamu ngga liat aku sih.” Lanjut Rayhan.
“Eng-ngga apa-apa ko. Hehe aku Cuma lagi buru-buru aja. Ka- ” ucapanku dipotong.
“Ngga apa-apa gimana? Orang muka kamu pucet pasi gitu? Mimpi buruk lagi? Bukannya semalam kamu ditemenin si Vindha?” giliran Cassy yang bertanya.
“A-aku… Ah aku bisa gila.” Aku mengacak rambutku frustasi, aku terlalu takut untuk mengingat kejadian tadi dan semalam.
“Kamu kenapa si say?” ucap Lio menggoda.
“Mendingan kita ke kamar kamu deh, kita omongin disana aja, ngga enak kan kalo ketauan orang” ucap Rayhan, sebenarnya dia yang paling bisa berpikiran jernih dan tenang disini.
“Ngga! Jangan! Kumohon…” Aku mulai meneteskan air bening yang sudah berkumpul dipelupuk mataku.
“Emangnya kenapa Rin? Nyampe kaya ketakutan gitu?” tanya Cassy.
“Tolong bawa aku kemana aja asal jangan balik kekamar kosan. Please… “ ucapku memelas.
“Yaudah ayo kita ke café sebrang jalan raya sana.” Ajak Rayhan.
Aku pun hanya mengangguk lemah, sudah tak ada tenaga lagi rasanya walau hanya untuk sekedar berjalan saja.
Sesampainya di café Cassy memesan beberapa makanan dan minuman, dia khawatir aku akan pingsan karna wajahku yang sudah seperti mayat hidup. Aku langsung menidurkan kepala ku dimeja café. Rayhan yang duduk disamping ku ikut menidurkan kepalanya dan menghadap ke arah ku. Canggung sebenarnya dengan posisi seperti ini. Dia pun bertanya dengan nada yang lembut guna membuatku nyaman.
“Sebenernya kamu kenapa Rin? Cerita deh sama kita, seengganya kamu bakalan ngerasa tenang. Ngomong-ngomong sebenernya kita udah ada firasat ngga enak Rin sama kamu sama Vindha juga. Ya soalnya kamu ngga biasanya bareng sama dia, kamu tau sendiri dia itu sedikit aneh atau mungkin banyak anehnya.” Jelasnya.
“A-aku takut Han… Aku ngga tau harus cerita darimana, aku sendiri bingung kenapa bisa gini” ucapku lirih.
“Bisa gini gimana? Ga ngerti aku.” Tanya Cassy yang datang dengan satu buah nampan cukup besar berisi makanan dan minuman.
Aku pun menceritakan kejadian semalam dan tadi pagi dengan sesekali terisak karna aku menangis
saking takutnya.
“Udah-udah ngga usah nangis lagi. Ya udah nanti kamu nginep dirumah aku aja ya.” Ucap Cassy menenangkan.
“Iya, bener kata Cassy kamu nginep aja dulu dirumahnya nanti kita juga ikut ya Han. Hehehe” ucap Lio sembari cengengesan.
Rayhan hanya menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini.
“Mungkin sebenernya kamar kosan kamu itu emang angker dan Vindha… Aku masih bingung kok bisa dia ngilang kaya gitu? Terus kamunya juga, kamu harus jujur sama diri kamu sendiri Rin.” Jelas Rayhan.
“Maksudnya? Aku ngga paham” ucapku tak paham dengan jalan pembicaraan Rayhan.
“Maksud aku kamu harus jujur sama diri kamu kalau kamu itu butuh sama yang namanya ibadah. Aku tau kamu cape atau mungkin males, tapi kamu harus bisa melawan rasa itu Rin. Kamu harus sempetin waktu buat ibadah. Ya kamu ngerasain sendiri kan pas kamu baca do’a dia langsung ngilang.” Jelas Rayhan panjang lebar.
Aku terisak lagi mendegar penjelasan dari Rayhan aku mengerti sebenarnya apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Aku sudah hampir tak peduli atau mungkin memang tak peduli lagi dengan ibadah yang memang seharusnya aku lakukan. Mungkin yang dikatakan Vindha ada benarnya bahwa dia menyukaiku, karna tak ada perlindungan apapun yang melekat pada jiwa dan ragaku.
“Udah-udah ngga ada gunanya kamu nangis. Cuma buang-buang energi aja,” Ucap Rayhan menengkan “mendingan kamu makan ini roti, biar kamu ngga lemes.”
“Iya bener kata Rayhan. Berarti hikmah dari kejadian ini, kamu harus rajin ibadah dan berdo’a dimanapun kapanpun mau kamu lagi sibuk atau apapun itu. Oke?” tutur Lio.
“Tumben kamu bijak Lio. Dududu mamanya Lio pasti sujud syukur liat kamu kaya begini. Hahaha” ledek Cassy sambil tertawa terbaha-bahak.
Akupun ikut tertawa, pasalnya Cassy akan memperlihatkan ekspresi seperti mama Lio dan Lio akan memeperlihatkan ekspresi bibir maju lima centi.
“Nah gitu dong. Kan enak diliatnya, jangan nangis terus” ucap Rayhan.
“Iya iya. Oke sekarang aku bakalan ubah hidup aku secara keseluruhan. Bukan karna hantu itu sih, aku sadar emang makin kesini aku suka bohongin diri aku sendiri alias ngga jujur. Hahhh… Lega rasanya punya sahabat kaya kalian, kalian selalu ada buat aku walaupun aku kaya gini. Hehe” ucapku sembari menggaruk tengkukku yang tidak gatal sama sekali.
“Alahhh… Ngga usah sebegitunya juga kali Rin kita kan emang sahabat, jadi udah pasti kita bakalan ada buat kamu bantu kamu lagi susah ataupun senang.” Jelas Cassy.
“Emang apanya yang mau dibantu kalau lagi seneng?” tanya Lio polos.
“Ya bantu seneng-seneng juga lah…” tutur Rayhan tenang.
“Hehe iya iya. Aku sayang kalian.” Ucapku lebay seraya menunjukan ekspresi sok imutku.
“Dihhh lebay alay. Ieewwhhh” ucap Cassy sambil menunjukan ekspresi ingin muntah.
***
[22 Desember 2011]
Dua bulan berlalu, sekarang aku sudah tak menetap dikosan angker itu lagi. Sejak kejadian yang menimpaku itu dan hilangnya Vindha secara tiba-tiba membuatku memutuskan untuk pulang ke kampung halamanku di Bogor dan mengambil cuti kuliah sampai setidaknya misteri itu dipecahkan. Aku sudah tak pernah mengalami hal-hal aneh lagi sekarang, aku hidup tenang dan damai bersama kedua orang tuaku. Terkadang aku rindu dengan sahabat-sahabtku di Bandung, sesekali akupun melakukan video call hanya untuk mencurahkan sedikit atau mungkin banyak rasa rindu yang kami rasakan, artinya bukan hanya aku saja yang merasakan kerinduan.
Siang tadi aku melakukan video call bersama sahabat-sahabatku itu dan mereka bertiga bercerita tentang misteri menghilangnya Vindha. Ternyata Vindha selama sekitar tiga bulan kemarin berada diluar negeri tepatnya di Venesia. Vindha sendiri bingung mengapa ia yang baru datang dari luar negeri bukannya disambut hangat oleh teman-temannya, tetapi malah ditanyai tentang hal yang ia tidak ketahui sama sekali. Semua orang dibuat bingung, ‘Lalu yang kemarin-kemarin dikelas siapa? Dan yang menemani ku makan siang, pulang ke kosan, jalan-jalan malam, dan lain sebagainya itu siapa?’ pikirku yang sekarang tengah bingung setengah mati.
‘Ah mungkin ini memang peringatan untuk ku agar aku harus rajin beribadah dan berdo’a’ kataku mantap dalam hati.
~Tamat~