Cerpen Bahasa Indonesia: Pandagan Tentang Indonesia
Pandangan Tentang Indonesia
Karya:Ardhika Nur R
Di sebuah Cafe di Kota Bandung, di kala itu cuacanya sering hujan. Terlihat dua orang remaja laki-laki yang sedang duduk di meja yang sama. Masing-masing dari mereka sudah memesan segelas kopi yang rasanya berbeda tiap gelasnya, yang satu rasa Cappucino, dan yang satu lainnya rasa moccacino. Remaja yang satu memakai kacamata dan sweater panjang berwarna biru tua namanya adalah Achmad, sedangkan remaja yang satunya menggunakan topi dan kaos T-shirt berwarna merah namanya Tophik. Sebenarnya mereka sudah berteman semenjak kecil. Tiba-tiba si Achmad memulai pembicaraan kepada si Tophik.
“Hey…” Kata Achmad.
“Yoo..” Tophik menjawab.
“Apa yang kamu pikirkan tentang Indonesia?” tanya Achmad.
“Indonesia?” Sedikit terkejut Si Tophik.
“Yaps!”Jawab si Achmad dengan mantap.
“Menurut gue, Indonesia masih ancur banget.” Kata Tophik.
“Maksudnya?” tanya Achmad.
“Coba aja lihat sekarang, begitu banyaknya masalah yang terjadi di Indonesia. Mulai dari pemerintahannya sampai kemasalah rakyatnya sendiri.” Jawab Tophik.
“Hmm.. Sangat benar, terus menurut kamu siapa yang salah?” si Achmad kembali bertanya.
“Kalau menurut gue yang salah itu bisa dibilang Presidennya.” Jawab Tophik.
“Kenapa kamu berpikiran begitu?” tanya Achmad sambil memasang muka kesal.
“Ya karena sebagai Presiden, sebagai pemimpin dari sebuah Negara.. Dia telah gagal untuk menyatukan Indonesia.” Jawab si Tophik.
“Hmm oke Aku paham.. Lalu selain Presiden, siapa yang salah?” si Achmad kembali bertanya.
“Ya tentu selain Presiden, yang salah itu rakyatnya itu sendiri.” Jawab Tophik.
“Alasannya?”
“Karena menurut gue, mereka terlalu egois dalam perbedaan. Jadinya mereka gak bisa menyatukan bangsanya sendiri menjadi sepikir sepaham, tak akan pernah bisa merubah Negerinya menjadi Negeri yang selalu harmonis, Indonesia yang selalu damai.” Jawab Tophik.
Si Achmad meminum sedikit kopi Cappucino miliknya, lalu berkata, “Boleh saya kasih pendapat saya kepada kamu?”
“Ya boleh lah.. Silahkan.” Jawab Tophik.
“Tentang pendapat kamu tentang Negeri yang selalu harmonis, Indonesia yang selalu damai.. Menurut saya Indonesia tidak akan bisa begitu.”
“Tidak akan? Alesannya?” Si Tophik kaget.
“Kalau kamu bilang Indonesia tidak akan pernah selalu damai karena terlalu egois dalam perbedaan dan lalu tidak bisa menyatukan bangsanya sendiri menjadi sepaham.. Itu alasannya.”
“Tunggu, gue gak paham.. Bisa lebih detail?” Si Tophik penasaran.
Si Achmad kembali meminum sedikit kopi Cappucinonya, lalu menjawab, “Kamu tahu kan Indonesia memiliki begitu banyaknya keragaman budaya di Negara kita?”
“Iya.. Terus?”
“Dengan begitu, akan sangat mustahil bagi Indonesia akan memiliki bangsanya yang selalu sepaham. Dan di Indonesia ini, perbedaan adalah hal mutlak yang ada.” Si Tophik menyimak dengan rasa penasaran, dengan tangan sambil memegang gelas kopinya, ia terus mendengarkan.
“Selama ada perbedaan, maka akan selalu ada pertentangan. Itu hukum alam. Dan di Indonesia, egois dalam perbedaan sudah hal yang sangat wajar, sifat memperjuangkan identitas merupakan hal yang sudah ada bahkan semenjak zaman penjajahan.. Bahkan karena sifat itulah Indonesia bisa meraih kemerdekaan. Mau tahu juga pendapat saya tentang kamu yang menyalahkan Presiden?” kata Achmad.
“Ya! Ya!” Si Tophik menjawab dengan semangat.
“Untuk satu orang ini memimpin beratus juta kepala, bukan bagai menanam pohon di tanah kita ini. Berapa persen kemungkinannya, satu orang kepala bisa menyatukan banyaknya perbedaan dalam negeri ini?” tanya Achmad.
“Sulit…”
“Ya sangat sulit bukan...”
“Baik,sekarang saya nanya.. Tapi mengapa di Indonesia perbedaan begitu mencolok?” si Tophik bertanya kembali.
“Lihatlah kita.” Jawab Achmad.
Si Tophik memperhatikan keadaan antara dia dengan si Achmad.
“Dilihat dari penampilan kita aja sudah jelas, saya yang memakai kacamata karena kekurangan dalam hal kesehatan, tapi kamu tidak pakai, karena mata kamu masih sehat.” Kata Achmad.
“Itu kan dari segi fisik, masih umum.. Coba yang lain.”Si Achmad langsung menjawab dengan cepat.
“Coba pikirlah tentang bagaimana kita berbicara, sudah ternilai jelas bedanya. Saya yang sering memakai bahasa baku, sedangkan kamu yang selalu memakai bahasa sehari-hari.”
“Tapi itu masih bisa diterima kan? Coba yang lainnya.”
“Lihatlah ke gelas kopi kita masing-masing, kita memesan kopi dengan rasa berbeda satu sama lainnya. Ini menunjukkan bahwa kita memiliki selera yang berbeda, kemauan yang berbeda..”
Si Tophik mulai tersenyum, lalu ia melihat gelas kopi itu dan meminumnya sampai habis.
Melihat itu si Achmad juga ikut meminum kopinya dengan sedikit.
“Oke mulai masuk akal, ada yang lain?” Si Tophik bertanya.
“Sadar dengan apa yang kita lakukan tadi?” tanya Achmad.
“Mmm?” Tophik bingung.
“Cara minum kopi kita aja berbeda, itu berarti kita mempunyai cara masing-masing untuk menyelesaikan suatu hal dalam hidup kita.” Kata Achmad.
“Hahaha bener-bener.. Baru nyadar gue. Masih adakah hal lainnya?” tanya Tophik.
“Coba lihat pakaian yang kita pakai, saya memakai jaket karena saya tahu sekarang sedang musim hujan, namun kamu memakai topi dan kaos T-Shirt yang nyatanya tidak pas dengan keadaan.”
“Jadi, itu karena gue belum sempet pulang…” Jawab Tophik.
“Nah karena itu pula, ini menunjukkan bahwa kita sedang mengalami situasi yang berbeda, gue yang masih sempet pulang dan memakai jaket, sedangkan kamu belum punya kesempatan untuk pulang dan menggunakan jaket.. Lagi-lagi perbedaan.” Kata Achmad.
“Wah mantap lo keren banget, oke yang terakhir.. Ada hal lainnyakah?” si Tophik memasang ekspresi senyum penasaran.
“Ingatlah kembali apa yang sedang kamu tanyakan, dari tadi kamu terus bertanya hal-hal yang menjadikan perbedaan dari kita. Meski dari kecil kita sudah saling mengenal dan sering bersama, tidak membuat kita mempunyai pikiran dan segala hal yang sama.. Kita sangat beda.” Kata Achmad.
Senyum si Tophik semakin terlihat, ia lalu menyandarkan badannya ke kursi dan menghela napas panjang, “Indonesian is awesome.”